INILAHCOM, Jakarta – Data Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE)menyebutkan, pengembangan panas bumi perlu dana hingga US$400 juta per kapasitas hingga 100MW.
Direktur Panas Bumi, Yunus Saefulhak bilang, bisnis panas bumi melibatkan biaya pengembangan yang tinggi, yaitu untuk pembangunan 50MW sampai 100MW, memerlukan biaya setidaknya US$3juta sampai US$4 juta per megawatt (MW).
Atau kalau dirupiah dengan kurs Rp13.000 per US$, pembuatan setrum dari panas bumi perlu investasi berkisar Rp39 miliar hingga Rp52miliar per MW.
Sedangkan untuk biaya eksplorasi dapat menghabiskan 8% hingga 9% dari total biaya proyek. Namun demikian, hal ini dapat menjadi nilai yang semakin sensitif karena delineasi atau pemetaan sumber daya untuk mengkonfirmasi model panas bumi, dimensi reservoir, temperatur bawah permukaan, dan cadangan panas bumi menjadi “hard evidence” untuk menentukan pengembangan lebih lanjut.
Sehingga dapat digarisbawahi bahwa tahap pengeboran eksplorasi merupakan strategi pengembangan panas bumi yang sangat penting untuk menentukan tahapan pengembangan selanjutnya.
Kedalaman sumur produksi (dalam hal sumur eksplorasi yang berhasil menghasilkan uap) dan kapasitas produksi rata-rata adalah nilai kritis dalam perancangan pembangkit listrik tenaga panas bumi, dan profitabilitas bisnis sangat bergantung pada nilai-nilai ini.
Yunus Saefulhak menjelaskan bahwa meskipun ada beberapa metode untuk memperkirakan temperatur reservoir dari permukaan tanah, namun masih berupa estimasi. Dengan mekanisme Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE), maka dapat diketahui temperatur sebenarnya pada suatu lapangan dari hasil pengeboran sumur eksplorasi.
Perhitungan temperatur dan luasan reservoir serta nilai keekonomian proyek adalah hal yang oleh pihak swasta dihitung dengan sangat hati-hati untuk dapat diputuskan “go or not go” dalam pengembangan proyek panas bumi ke depannya.
Oleh karena itu, Yunus Saefulhak menegaskan bahwa mekanisme PSPE merupakan langkah strategis yang diberikan oleh Pemerintah kepada calon investor bidang panas bumi untuk memastikan keberadaan cadangan panas bumi, mendapatkan perhitungan nilai keekonomian yang lebih komprehensif, mitigasi resiko pengembangan kedepan, dan kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pendanaan proyek dengan menyampaikan data dan informasi yang lebih bankable.
Sebagai catatan bahwa suatu daerah panas bumi akan memperlihatkan ciri-ciri geologi, geokimia, dan geofisika tertentu. Daerah panas bumi pada jalur gunungapi dicirikan oleh adanya kenampakan manifestasi di permukaan seperti mata air panas, fumarol, solfatara, kolam lumpur panas, “steaming ground”, dan zona ubahan hidrotermal.
Daerah Panas bumi juga dicirikan oleh adanya anomali landaian suhu, yaitu mencapai lebih dari 7 derajat C untuk setiap penambahan 100 meter kedalaman. Pendugaan sistem Panas Bumi di daerah prospek dapat dilakukan dengan survei Geologi, Geokimia dan Geofisika sedangkan pembuktian sistem Panas Bumi dan temperatur serta dimensi reservoir hanya dapat dibuktikan melalui pengeboran sumur eksplorasi.
Lebih lanjut, Yunus Saefulhak juga menyampaikan, bahwa Pemerintah merencanakan akan melakukan penawaran Wilayah PSPE tahun 2017 meliputi Hu’u Daha (NTT), Gunung Papandayan (Jawa Barat), Pentadio (Gorontalo), dan Wai Umpu (Lampung). Diharapkan upaya ini dapat mempercepat pengembangan Panas Bumi di Indonesia sehingga tercapai target pengembangan sebesar 7,2 GW pada 2025. [tar]