DI masa Nabi Daud as, ada seorang pemuda yang menjadi muridnya. Suatu ketika, Nabi Daud bersama pemuda itu di rumahnya, maka datanglah malaikat maut mengucapkan salam.
Malaikat itu memandang tajam pemuda tersebut. Nabi Daud berkata, “Engkau memandang pemuda ini dengan tajam?”. “Ya, aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya tujuh hari lagi di tempat ini,” jawab malaikat maut.
Mendengar hal itu, Nabi Daud as merasa iba kepada pemuda itu dan berkata, “Wahai pemuda, apakah engkau mempunyai istri?”. Pemuda itu menjawab, “Saya belum menikah”.
“Kalau begitu, pergilah engkau ke rumah si Fulan, katakan kepadanya, ‘Nabi Daud meminta anda mengawinkan puterimu denganku.’ Lalu bawalah perempuan itu malam ini dan bawalah bekal yang engkau perlukan bersamanya. Setelah tujuh hari kembalilah kemari, temui aku di tempat ini,” pesan Nabi Dawud.
Pemuda itupun pergi ke tempat yang diperintahkan Nabi Daud. Dinikahkanlah ia dengan puteri Bani Israel tersebut, dan tinggal bersama isterinya selama tujuh hari. Seminggu kemudian, ia menepati janjinya untuk menemui Nabi Daud. “Wahai pemuda, bagaimana keadaanmu?” tanya Nabi Daud as.
Pemuda itu menjawab, “Seumur hidup aku belum pernah merasakan nikmat dan kebahagiaan seperti yang kualami beberapa hari ini.”
Nabi Daud memerintahkannya duduk di sampingnya, sambil menunggu kedatangan malaikat maut. Cukup lama menunggu, malaikat maut tak datang. “Pulanglah kepada keluargamu dan kembalilah ke sini untuk menemuiku seminggu lagi,” pesan Nabi Daud.
Pemuda itu kembali kepada keluarganya. Seminggu kemudian kembali ke rumah Nabi Daud. Tetapi malaikat yang ditunggu tidak datang juga. Ia pulang kepada keluarganya, dan di pesan untuk kembali seminggu lagi. Begitulah seterusnya sampai beberapa minggu. Setelah beberapa minggu, malaikat maut pun datang. Nabi Daud pun berkata, “Bukankah engkau pernah mengatakan kepadaku bahwa engkau akan mencabut nyawa pemuda ini selama tujuh hari?” “Ya”, jawab malaikat maut itu.
“Telah berlalu beberapa minggu, tetapi engkau belum juga mencabut nyawanya, mengapa?” tanya Nabi Daud. “Wahai Daud, sesungguhnya status pemuda itu telah berbeda, ia telah punya keluarga yang tanggung jawabnya. Allah swt merasa iba kepadanya, lalu Allah menunda ajalnya sampai tiga puluh tahun yang akan datang.”
Kematian pasti datang, tetapi kapan waktunya? Tak ada yang tahu. Ia bisa datang kapan saja, dalam waktu dekat atau lama, usia muda atau tua. Karena itu kita tak bisa membatasi usia manusia. Manusia bisa saja wafat dalam usia beberapa hari pasca lahirnya, atau saat lahirnya, tetapi juga manusia bisa wafat ribuan tahun kemudian.
Ini berarti, kematian adalah ketentuan pasti, tetapi waktunya bukanlah suatu yang ditentukan kepastiannya. Tentang ini Alquran mengatakan, “Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menentukan ajal (masa hidup tertentu) dan ada lagi ajal yang pasti (ajal musamma) di sisi-Nya…” (Qs. Al-An’am : 2).
Untuk memahaminya, ingatlah yang disebut dengan hukum sebab-akibat. Yaitu, segala yang terjadi pasti ada sebabnya. Jika sebabnya sempurna dan terpenuhi, maka terjadilah akibatnya. Kematian adalah salah satu peristiwa di alam, maka tentu juga memiliki sebab-sebabnya. Karena itu, jika ada yang mati, kita pun bertanya penyebab kematiannya? Apakah karena sakit, kecelakaan, di bunuh, atau bunuh diri. Ribuan atau jutaan hal bisa menjadi sebab kematian seseorang. Kalau kita mengetahui sebab kematian dan menghindarinya, maka terhindar pula kita dari kematian segera.
Hal inilah yang dilakukan Sayidina Umar bin Khattab, ketika beliau diberitahukan bahwa disuatu daerah terkena wabah penyakit, maka dia memilih untuk tidak memasuki daerah itu. Seseorang berkata kepadanya, “bukankah hal itu sudah ditakdirkan Tuhan dan kita menghindarinya?” Maka Sayidina Umar menjawab, “Saya menghindar dari takdir Tuhan untuk memasuki takdir Tuhan yang lainnya.” Jawaban Sayidina Umar ini menunjukkan pemahaman beliau atas prinsip sebab-akibat dalam takdir ilahi, termasuk takdir kematian.
Jadi, takdir kematian juga memiliki syarat atau sebabnya. Kalau syarat-syarat atau sebabnya belum terpenuhi maka kematian tidak akan menjemputnya, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” (Q.S. Ali Imran : 145). Tapi, kalau semua syarat-syarat atau sebab-sebabnya telah terpenuhi, maka kematian pasti terjadi, tak bisa ditunda lagi, “Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) memajukan(nya).”(Q.S. Yunus : 49).
Sederhananya, ajal (kematian) memiliki potensi untuk mengalami penundaan karena adanya halangan yakni belum terpenuhi syarat atau sebabnya. Alquran menegaskan, “Allah menghapuskan dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitâb” (Q.S. al-Ra’d : 39). Sayidina Ali berkata, “Allah menciptakan ajal, lalu memanjangkan dan memendekkannya, memajukan dan menangguhkannya, dan menghantarkan pada kematian melalui sebab-sebab ajal itu.”
Karena itulah, terdapat banyak riwayat yang menjelaskan bahwa usia bisa diperpanjang atau diperpendek. Artinya, ada perbuatan-perbuatan yang dapat memperpanjang usia, dan ada pula perbuatan-perbuatan yang memperpendek usia manusia.
Silaturrahmi, memperbanyak sedekah, menjaga kesucian, berbakti kepada orang tua, rajin berdoa, adalah di antara perbuatan-perbuatan yang dapat memperpanjang usia. Seperti anak muda dalam kisah Nabi Daud di atas, usianya diperpanjang hingga 30 tahun karena menyambungkan tali silturrahmi melalui pernikahan. Jadi, kalau mau bertambah usia, jangan lupa tips Nabi Daud di atas. []