Close

Ketika Letusan Gunung Api Indonesia, Menjadi Penyebab Cuaca Dingin Ekstrem di Dunia

[ad_1]

Terhitung sejak 30 Januari 2019, cuaca ekstrem yang dikenal dengan Polar Vortex melanda beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Polar Vortex merupakan aliran udara dingin bertekanan rendah yang berputar di kutub utara dan selatan Bumi.

Seperti dilansir cnnindonesia.com, aliran udara dingin tersebut berputar berlawanan arah arum jam. Biasanya pusaran udara dingin ini berputar secara konstan di utara (atau selatan). Tapi, saat musim dingin, aliran udara ini terkadang menjadi tidak stabil dan melebar secara acak.

Ilustrasi, sumber: cnnindonesia.com

Ketika peristiwa ini terjadi, wilayah yang terimbas biasanya bisa mengalami temperatur dibawah nol derajat. Kondisi inilah yang saat ini dialami Amerika Serikat, dimana cuaca di Chicago mencapai minus 28 derajat Celsius bahkan sebagian wilayah di Ontario ada yang mencapai minus 54 derajat Celsius.

Peristiwa terjadinya penurunan temperatur udara, ternyata bisa diakibatkan oleh letusan gunung berapi. Letusan Gunung Agung 54 tahun lalu tercatat telah menyebabkan suhu turun sekitar 0,1 hingga 0,4 derajat Celcius selama 1 tahun.

Seperti dikutip dari dw.com, bencana yang berakibat menewaskan lebih dari 1600 orang tersebut, telah melepaskan 6 juta kubik sulfur dioksida ke angkasa. Namun peristiwa itu masih dalam kategori “erupsi sedang.

Letusan yang berdampak lebih dahsyat adalah gunung Tambora tahun 1815. Pasca letusan, Eropa dan Amerika mengalami peristiwa yang dikenal sebagai “Tahun Tanpa Musim Panas”.

Kemudian disusul 68 tahun kemudian, tepatnya tahun 1883, Gunung Krakatau meletus dan abu vulkaniknya mencapai langit Norwegia dan New York. Suhu udara turun drastis sekitar 1,2 derajat Celcius karena sinar matahari meredup akibat atmosfer yang tertutup.

Peristiwa terdahsyat yang terdeteksi adalah saat terjadi letusan Gunung Krakatau tahun 535 yang berlangsung selama sepuluh hari, dan menghasilkan kawah berukuran antara 40-60 km.

Kecepatan bahan yang dimuntahkan (mass discharge) diperkirakan mencapai sebesar 1 miliar kg/detik. Awan letusan (eruption plume) telah membentuk perisai di atmosfer setebal 20-150 m, dan menurunkan temperatur 50-100 derajat Celcius selama 10-20 tahun (sumber : geomagz.com).

[ad_2]

Source link

Sang Pembelajar

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.