Jum’at, 10 Maret 2017 | 15:10 WIB
Foto: livescience.com
TEMPO.CO, Ontario -Para dokter di University of Western Ontario, Kanada, mengamati gelombang otak pada empat pasien sekarat di unit perawatan intensif. Mereka mengamati “semburan gelombang delta tunggal” (single delta wave bursts) dalam otak pasien setelah berhentinya irama jantung dan tekanan darah arteri.
Hanya satu dari empat pasien tersebut menunjukkan aktivitas otak yang bertahan lama. Gelombang delta juga muncul pada otak orang sehat yang tertidur lelap.
Para dokter menyatakan, aktivitas otak banyak terjadi pada pasien sekarat sebelum jantungnya berhenti berdetak. Bagaimana pun, semua otak pasien yang meninggal dunia, berperilaku sedikit berbeda beberapa menit setelah kematian. Para peneliti yang menerbitkan riset mereka dalam Canadian Journal of Neurological Science baru-baru ini menyatakan, mereka tidak tahu mengapa salah satu otak tetap beraktivitas begitu lama setelah kematian klinis.
Baca Juga: Riset: Fungsi Otak Memburuk pada Usia 45 Tahun
Para dokter, mengatakan temuan terbaru itu juga menimbulkan masalah etika. Yakni kapan saat yang tepat untuk mengangkat organ donor pada pasien-pasien yang secara fisik tampaknya tidak bernyawa lagi.
Para peneliti sebelumnya berpikir aktivitas otak berakhir sebelum atau sesaat setelah jantung berhenti berdetak. Meski pun dua penelitian tahun lalu menunjukkan bahwa gen terus berfungsi. Dalam beberapa kasus, gen terus bekerja beberapa hari setelah kematian.
Simak Juga: Dibutuhkan Donasi Otak dari Orang Depresi dan Stres
DAILY TELEGRAPH | HOTMA SIREGAR